Bumi Manusia, Kisah Cinta Jaman Kolonial antara Pribumi dengan Indo!
21.30
Saya akan membahas sebuah film yang pada tanggal 15 Agustus 2019 tayang perdana di bioskop indonesia yaitu Bumi Manusia. Bagi para penggemar novel pasti sudah tidak asing dengan novel tersebut. Durasi film ini mencapai 3 jam seperti Avengers: Endgame. Pembahasan kali ini tidak seperti biasanya saya membahas film yang menceritakan kejadian awal sampai akhir. Tapi disini lebih ke poin-poin penting dan menarik dari film menurut saya. Perlu diketahui bahwa saya tidak pernah membaca novelnya, jadi penilaian ini murni dari filmnya tanpa membandingkan dengan novelnya. Sebelum itu kalian bisa mengetahui terlebih dahulu garis besar film ini melalui sinopsisnya.
Sinopsis : Ini adalah kisah dua anak manusia yang meramu cinta di atas pentas
pergelutan tanah kolonial awal abad 20. Inilah kisah Minke dan
Annelies. Cinta yang hadir di hati Minke untuk Annelies, membuatnya
mengalami pergulatan batin tak berkesudahan. Dia, pemuda pribumi, Jawa
totok. Sementara Annelies, gadis Indo Belanda anak
seorang Nyai. Bapak Minke yang baru saja diangkat jadi Bupati, tak
pernah setuju Minke dekat dengan keluarga Nyai, sebab posisi Nyai di masa
itu dianggap sama rendah dengan binatang peliharaan.
Simak pembahasan berikut ini!
Percakapan dengan berbagai macam bahasa yang sangat keren
Di dalam film ini kalian akan sering mendengarkan dialog dengan berbagai macam bahasa, karana terdapat berbagai macam orang, dari Pribumi, orang Eropa, hingga Tionghoa. Bahasa yang sering muncul adalah Indonesia, Belanda, dan Jawa. Ketika para tokoh sedang berbicara dengan bahasa Belanda, terdengar sangat enak dan ekspresif. Saya sangat suka sekali dengan para pemeran yang sangat totalitas dalam memerankan karakternya dimana meskipun bukan orang Belanda, para pemerannya dapat berbicara bahasa Belanda dengan sangat bagus dan tidak gagap, terlihat sangat menguasai. Bahkan tokoh orang Eropa pun ketika bicara bahasa Jawa juga enak ketika didengar.
Minke dan Nyai Ontosoroh adalah tokoh yang paling mencuri perhatian!
Minke adalah tokoh utama dalam film ini. Dia adalah pemuda Jawa yang sedang menempuh pendidikan di HBS (Hogere Burgerschool). Karakternya di film ini menarik, dimana Minke yang haus akan pengetahuan dan dia selalu tidak ingin mengakui atau tidak ingin bilang-bilang jika dia adalah anak bupati. Kata-kata Minke yang terkenal "Saya hanya ingin jadi manusia bebas. Tidak diperintah dan juga tidak memerintah", membuatnya menjadi karakter yang keren, ingin melakukan apa yang ia inginkan, tidak ingin menjadi bupati, tidak ingin menjadi penerus bapaknya. Ketika pengangkatan bapak Minke sebagai bupati, Minke disuruh untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa Belanda. Ketika menerjemahkan, ia tidak mengatakan apa yang bapaknya katakan. Dia memberikan pidato yang sangat bagus, menunjukkan kebanggaannya sebagai pribumi.
Tokoh lain yang tidak kalah menarik adalah Nyai Ontosoroh. Dia adalah ibu dari Annelies Mellema, orang yang dicintai Minke. Kisah masa lalu dari Nyai Ontosoroh ini begitu kelam, dia dijual bapaknya sendiri demi sebuah jabatan. Nyai Ontosoroh yang saat itu masih remaja hidup bersama dengan Herman Mellema. Meskipun dijual, hidup Nyai Ontosoroh disana tidak mengenaskan, bahkan bahagia. Herman ternyata orang yang baik, mau mengajarinya berbagai macam hal. Seiring berjalannya waktu, mereka berdua memiliki dua anak tanpa ikatan pernikahan. Dia adalah Annelies dan Robert. Setelah Herman mengalami masalah, hidup keluarga mereka kacau dan kebahagiaan tidak lagi terlihat. Herman sering mabuk dan mengunjungi tempat prostitusi.
Kehebatan karakter Nyai Ontosoroh juga diperlihatkan dari kemampuannya yang mampu menghadapi semuanya dan mengurus semua usaha (pertanian dan perkebunan) keluarga Mellema sendirian. Sangat menarik!
Kisah cinta Minke dan Annelies
Minke dan Annelies pertama kali bertemu ketika teman Minke yaitu Suurhof mengajaknya ke sebuah tempat bernama Boerderij Buitenzorg. Pertama kali Minke melihat Annelies, dia langsung jatuh cinta dan terkagum akan kecantikannya. Pemeran dari Minke sendiri adalah Iqbaal Ramadhan, yang pernah memerankan Dilan, tentu efek Dilan muncul di film ini. Kata-kata romantisnya kepada Annelies sangat terasa, kejadian lucu juga banyak terjadi disini. Ketika Annelies yang disebut cantik oleh Minke tiba-tiba berteriak memanggil ibunya dan ketika dicium tiba-tiba lari pulang ke rumah. Tentu pada jaman itu orang Indo (campuran eropa dengan pribumi) yang memiliki hubungan dengan orang pribumi terlihat tidak sekelas dan banyak cemooh dari orang-orang. Namun hal itu tidak menghentikan kisah cinta mereka meskipun banyak hal yang menyedihkan terjadi di film ini.
Seperti ternyata Annelies memiliki trauma yang cukup berat, karena kakaknya Robert ternyata telah melakukan yang kurang ajar kepada adiknya sendiri. Kejadian ini sungguh membuat perasaan para penonton dibawa emosi.
Banyaknya rintangan di kisah cinta mereka juga hal yang menarik di film ini. Dengan ending yang tidak bahagia dan membuat mereka terpisah membuat akhir dari film ini terasa sangat menyedihkan.
Perjuangan pribumi melawan ketidakadilan dari bangsa eropa
Di film ini akan dihadirkan masalah pada keluarga Nyai Ontosoroh dan Minke. Masalah itu adalah kasus pembunuhan Herman Mellema, dimana pertama-tama yang dipertanyakan adalah siapa yang membunuhnya. Nyai Ontosoroh mendapatkan celaan dari para penonton di persidangan dan dia juga dianggap sebagai orang yang paling diuntungkan dalam kematian Herman. Karena dia akan mendapatkan seluruh kekayaan dari Herman. Tentu hal itu menyudutkan Nyai Ontosoroh dan ya, pada jaman itu pengadilan sangat tidak adil kepada kaum pribumi. Hukum orang kulit putih sangat menguntungkan dirinya dan merugikan pribumi. Namun selama pengadilan ini terjadi, Minke ingin mencari keadilan, ia ingin memperjuangkan hak pribumi. Melalui tulisannya di koran, dengan nama samaran Max Tollenaar, dia mengobarkan semangat merpenjuangkan hak pribumi. Setelah masalah siapa pembunuh Herman Mellema selesai, mereka dirundung masalah lagi yaitu masalah hak asuh Annelies Mellema.
Pada saat diterpa masalah ini, Minke dan Annelies sudah menikah. Nyai Ontosoroh dan Annelies tiba-tiba dipanggil pengadilan dan mendapatkan bahwa Annelies akan dibawa ke Belanda karena disana dia punya wali. Tentu hal ini sangat menjadi masalah, karena memang benar Nyai Ontosoroh dengan Herman tidak pernah menikah, meskipun dia adalah ibu kandungnya tetapi secara hukum dia tidak bisa dikatakan orang tuanya. Sangat tidak adil dan membuat mereka terpojok. Melihat hal itu, Annelies pingsan dan tidak sadarkan diri untuk beberapa waktu yang lama karena mengalami masalah batin lagi. Minke pun mencari cara apapun untuk menentang pernyatan itu. Dia terus menulis artikel di koran dengan kata-kata yang mengatakan seperti pengadilan tidak adil, hanya mendukung orang eropa, pribumi ditindas, dia menyuarakan ketidakadilan ini terus. Sampai pada akhirnya penduduk pribumi marah dan datang ke pengadilan menyatakan bentuk keberatan. Minke menemukan cara agar Annelies tidak dibawa ke Belanda yaitu dengan mendaftarkan pernikahannya di pengadilan agama dan mendapatkan bukti nikah. Minke sangat yakin dengan itu dapat membuat Annelies bertahan. Tetapi tidak berjalan seperti keinginannya. Pengadilan meskipun diserang protes dari pribumi, mereka tetap tidak adil, mengatakan bahwa bukti nikah tersebut tidak berguna di pengadilam mereka. Yap, keputusannya tetap, dimana Annelies harus dibawa ke Belanda ke walinya. Sad ending.
Itulah pembahasan saya mengenai film Bumi Manusia, filmnya menarik untuk ditonton. Bagi para pembaca novelnya tentu ada beberapa yang menyayangkan film ini, mungkin dari segi ketidakmiripan dengan novelnya atau ada bagian penting dari novel yang tidak dimasukkan ke filmnya. Namun memang seperti itulah film adaptasi, susah untuk mengambil semua elemen dari yang diadaptasi ke sebuah film. Terima kasih dan mohon maaf apabila ada kesalahan.
0 komentar